macam macam

macam macam

Rabu, 25 April 2018

Makalah Bhineka Tunggal Ika


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

          Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

          Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Langsa, 19 April 2018
Penyusun



BHINEKA TUNGGAL IKA DAN KONSEP INTEGRASI NASIONAL

Indonesia merupakan negara kesatuan yang penuh dengan akan kenekaragaman, yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan, dan lain-lain. Namun Indonesia mampu mepersatukan berbagai keragaman itu sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” , yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah kepercayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut.

Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.

Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia juga ikut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga mencerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa, Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang sangat tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan. Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya.

Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan, saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan yang berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu. Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika”, dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada konteks kebudayaan.

Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700-an sukubangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, pakaian adat, rumah adat kesenian adat bahkan makanan yang dimakan pun beraneka ragam. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki karakteristi yang unik ini dapat dilihat dari budaya gotong royong, teposliro, budaya menghormati orang tua (cium tangan), dan lain sebagainya.

Namun seiring berjalannya waktu, saat ini Negara Indonesia makna bhineka Tunggal Ika semakin luntur. Sudah tampak kecondongan terpecah belah, individualis dengan dalih otonomi daerah, perbedaan SARA, tidak lagi muncul sifat tolong menolong atau gotong royong. Semangat “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk disosialisasikan lagi. Bhinneka Tunggal Ika mulai luntur, banyak anak muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak. Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober. Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di sekolah-sekolah. Api dari Persatuan Indonesia melalui “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk dinyalakan lagi di hati anak bangsa dan bagi kita semua.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami jabarkan diatas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah guna menunjang isi makalah ini, antara lain :
-          Pengertian kebhinekaan bangsa
-          Karakteristik integrasi nasional
-          Hubungan antara kebhinekaan bangsa indonesia dan pentingnya konsep integrasi nasional

Sejarah Bhineka Tunggal Ika
Sebelumnya semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat panjang yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggl Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma. Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap system pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatu Negara Kesatuan Republik Indoesia.

Dalam kitab Sutosoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keaneragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tunggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tetapi pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budya (adat-istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Negara.

Penetapan Bhineka Tunggal Ika Sebagai Pilar Bangsa
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”.

Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a UUD 1945 yang menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUD nya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta  didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh.

Pentingnya Semboyan Bhinekha Tunggal Ika
Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama. Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. 

Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951. Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia.

Penerapan Bhineka Tunggal Ika
Pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat multikultural/majemuk sebagai pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi wacana dan sumbang saran kepada semua pihak, terutama para pelaksana dan penentu kebijakan diberbagai instansi tekait, agar dapat dijadikan tambahan acuan dalam menentukan peraturan berkaitan dengan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an oleh masyarakat multikultural sebagai pilar nasionalisme yang kokoh dan trengginas dalam menghadapi perubahan globalKalimat yang terpampang pada pita putih yang tercengkeram oleh kaki burung garuda, lambang negara Indonesia yaitu BHINNEKA TUNGGAL IKA memiliki makna yang menggambarkan keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya merupakan satu kesatuan Indonesia.  Bhinneka tunggal ika yang berarti berbeda tetapi satu, bila ditengok dari asal usul kalimatnya yang tertuang dalam syair kitab sutasoma adalah penggambaran dari dua ajaran atau keyakinan yang berbeda kala itu, namun pada dasarnya memiliki satu kesamaan tujuan.

Empu Tantular sebagai pencetus kalimat yang tertuang itu tentunya memahami benar arti dan makna yang tersimpan di dalamnya. Walaupun kalimat itu merupakan bentuk pernyataan beliau dari suatu keadaan yang sedang dialami, namun kenyataannya dapat diterapkan dan diterima hingga saat sekarang ini. Dan memang seperti itulah seorang yang populis, berani menyampaikan sesuatu yang belum pernah diperdengarkan sebelumnya dan menyampaikan dengan bahasa yang populer, yaitu bahasa yang bisa diterima saat itu, saat ini dan suatu saat yang akan datang.






IMPLEMENTASI BHINEKA TUNGGAL IKA DAN CITA-CITA LUHUR BANGSA INDONESIA

Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Dalam rangka membentuk kesatuan dari keanekaragaman tidak terjadi pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. 
2.    Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; 
3.    Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku semu.
4.    Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen
5.    Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai inklusif, tidak bersifat eksklusif, Terbuka, Ko-eksistensi damai dan kebersamaan, Kesetaraan, Tidak merasa yang paling benar, Toleransi, Musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda.

Setelah kita Pahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika ini kita implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pengertian Integrasi Nasional
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Intergasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial. 

Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu.

Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.

Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
a.    Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
b.   Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
c.    Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
d.   Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.

Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
a.    Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b.   Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
c.    Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
d.   Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
e.    Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.

Contoh-contoh pendorong integrasi nasional :
a.    Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di masa yang akan datang.
b.   Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia
c.    Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu adalah hal yang sangat sulit.
d.   Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
e.    Adanya rasa senasib dan sepenanggungan
f.     Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi terciptanya kedamaian


PENUTUP

Semboyan bhinekatunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh MpuTantular dalam kitab Sutasoma. Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan.

Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indoesia. Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia sebagaimana dijelaskan bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.

Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut mempunyai peran terhadap bangsa Indonesia yaitu agar menjadi bangsa yang berhasil mewujudkan integrasi nasional di tengah masyarakatnya yang majemuk. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut juga diharapkan sebagai landasan atau dasar perjuangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar dikenal di mata dunia sebagai bangsa yang multikulturalisme.

Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.


DAFTAR PUSTAKA

Wibowo, I, 2000, Negara dan Mayarakat : Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat Cina, gramedia, Jakarta.
Winarno. 2007, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi. Bumi aksara, jakarta.
Buku Panduan Kewarganegaraan Tahun 2014. Universitas Sriwijaya. UPT Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar